Senin, 20 April 2009

KONTRAK KETENAGAKERJAAN DALAM KONTEKS GLOBALISASI EKONOMI DAN PERDAGANGAN BEBAS

KONTRAK KETENAGAKERJAAN DALAM KONTEKS GLOBALISASI EKONOMI DAN PERDAGANGAN BEBAS
(Analisa Aspek Kontrak Kerja Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan)

Oleh Muhammad Fatikhun, S.Ag


LATAR BELAKANG
Bicara globalisasi ekonomi, kita juga harus berbicara tentang "globalisasi tenaga kerja". Sebab globalisasi ekonomi identik dengan lapangan pekerjaan. Dewasa ini bangsa kita menghadapi problem pengangguran yang jumlahnya sekitar 40an juta orang, serta rendahnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja. Globalisasi WTO (World Trade Organization) bukannya memperingan bahkan dapat lebih memperburuk keadaan.
Dengan menyadari tantangan dari adanya paradoks globalisasi tersebut terhadap situasi ketenagakerjaan, maka isu peningkatan standar kompetensi tenaga kerja di berbagai sektor industri barang dan jasa kita, selayaknya sejalan dengan upaya yang dilakukan oleh kalangan pelaku bisnis. Hal ini untuk meningkatkan produktivitas maupun penguatan daya saing bangsa kita di mancanegara.
Khusus tentang standar kompetensi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, adalah merupakan faktor penting dalam menguji kesungguhan kita mengantarkan mereka menjadi pemain kelas dunia. Tenaga Kerja Indonesia dikenal dengan TKI kelas rendah, antara lain dilatar belakangi oleh pendidikan mereka. Sehingga kebanyakan diantara TKI yang ada kebanyakan menjadi pekerja/buruh rendahan, seperti pembantu rumah tangga, sopir dan lain-lain. Mereka tidak menempati pos-pos strategis (kantoran), melainkan hanya sebagai tenaga kasar.
Kelemahan ini dimanfaatkan oleh perusahaan yang membutuhkannya atau perusahaan dimana mereka bekerja. Tidak jarang diantara mereka yang menerima gaji tidak sesuai dengan kontrak, atau bahkan tidak menerima gaji. Begitu juga diantara mereka banyak yang mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi. Realitas TKI demikian mengenaskan, tetapi upaya pembenahan TKI selama ini seolah jalan di tempat, masalah-masalah yang berulang-ulang ditemukan di lapangan yang seharusnya bisa terpecahkan secara sistematis, ternyata justru menemui jalan buntu, blunder dan nyaris tidak ada penyelesaian. Padahal, pada 2002, mereka telah menyumbang 3,2 miliar dolar atau mendekati Rp 30 triliun.
Dalam lapangan hokum, keberadaan Tenaga Kerja tidak lepas dari kontrak kerja antara tenaga kerja dengan perusahaan atau majikan dimana mereka berkerja. Sebenarnya, hokum dapat menjadi antisipasi dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam problem ketenagakerjaan.

PERMASALAHAN
Dari pemaparan diatas, terdapat permasalahan yang cukup menarik untuk dibahas, yaitu : Sejauhmanakah ketentuan Hukum tentang Kontrak Ketenagakerjaan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyelesaikan problem Ketenagakerjaan yang muncul dalam Era Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Bebas?





PEMBAHASAN
Wacana tentang globalisasi yang berlangsung sampai saat ini telah terentang dari mulai kubu pro-globalisasi hingga kubu anti-globalisasi. Memang sulit mengambil posisi netral. Bagaimanapun, dalam realitas telah terjadi akselerasi dan intensifikasi dalam interaksi ekonomi di antara orang per orang, antar perusahaan hingga antarnegara akibat globalisasi tersebut.
Perdagangan internasional dalam jarak geografis yang jauh sudah berlangsung ribuan tahun yang lalu. Beberapa abad yang lalu, orang-orang dan perusahaan-perusahaan di satu negara juga sudah melakukan investasi di lain negara. Selanjutnya, beberapa dasawarsa yang lalu, perkembangan teknologi telah memacu peningkatan besar-besaran lintas-batas perdagangan, investasi, dan migrasi.
Sejak tahun 1950, volume perdagangan dunia telah meningkat duapuluh kali lipat. Population Bulletin mencatat, perdagangan barang dan jasa jumlahnya mencapai 6,5 triliun dolar AS pada tahun 2000, yaitu hampir seperempat dari total produk domestik bruto (PDB) dunia yang besarnya 31 triliun dolar AS. Sedangkan arus investasi asing, dari tahun 1997 hingga 1999 saja, besarnya hampir dua kali lipat (dari 468 miliar dolar menjadi 827 miliar dolar). Itulah globalisasi, nama yang diberikan pada pertumbuhan kegiatan ekonomi global yang tumbuh semakin intensif. Namun, globalisasi itu juga bisa berarti "regionalisme". Misalnya, ketika terungkap bahwa 75 persen perdagangan dan 80 persen produksi berlokasi di dalam tiga blok besar perdagangan regional di dunia ini, yaitu Eropa Barat, Jepang, dan Amerika Serikat (AS).
Hegemoni Perusahaan Multinasional
Globalisasi telah digerakkan oleh kebijakan-kebijakan perekonomian terbuka secara domestik dan internasional. Dalam tahun-tahun usai Perang Dunia II, terutama satu-dua dasawarsa terakhir, banyak pemerintah telah menerapkan sistem ekonomi pasar bebas, meningkatkan secara besar-besaran potensi produksi mereka dan menciptakan banyak peluang baru dalam perdagangan internasional dan investasi. Pemerintah-pemerintah satu sama lain juga menegosiasikan pengurangan hambatan-hambatan perdagangan dan investasi. Dalam peluang-peluang baru pada pasar mancanegara itu, terutama perusahaan-perusahaan multinasional (MNC) negara industri maju, merelokasi pabrik-pabrik mereka, berproduksi, dan membuat aturan pemasaran dengan mitra lokal mereka. Dalam struktur industri internasional, ribuan perusahaan raksasa mancanegara beroperasi di banyak negara.
Teknologi juga menjadi penggerak utama dari globalisasi tersebut. Khususnya, kemajuan dalam teknologi komputer dan komunikasi telah mengubah secara dramatis kehidupan ekonomi, yaitu meningkatkan produktivitas kerja, mempermudah pengiriman dokumen, riset, bekerja sama dengan banyak mitra, mengoleksi dan menganalisa data. Teknologi informasi dan komunikasi ini diemban oleh semua pelaku ekonomi (konsumen, pencari kerja, pengerah tenaga kerja, dan kaum profesional), yang menjadikannya sebagai alat baru dalam mengidentifikasi dan menjalankan peluang-peluang ekonomi dan bisnis. Teknologi itu juga telah memungkinkan perusahaan-perusahaan raksasa untuk memperluas operasi mereka di seluruh dunia, dan mengelola secara lebih efektif proses produksi dan inventori mereka.
Karena itu, banyak yang mengatakan bahwa globalisasi itu adalah fenomena yang sangat menjanjikan. Ekspansi perdagangan internasional boleh dikatakan menawarkan banyak peluang, termasuk kepada yang paling miskin sekalipun, untuk memperbaiki keberuntungan ekonomi mereka. Tetapi, globalisasi juga bisa berdampak tak nyaman. Kebijakan yang buruk dapat menelantarkan suatu negara, atau sebagian besar penduduk suatu negara, yang berada di pinggiran perekonomian dunia (periphery capitalism). Lagi pula, kebanyakan orang di dunia mempunyai akses terbatas pada teknologi yang telah mengalihkan perekonomian industri menjadi "perekonomian informasi" yang popular dengan sebutan new economy.
Sementara itu, globalisasi membawa sejumlah kecil orang yang lebih beruntung menjadi lebih makmur. Lebih jauh, kecepatan perubahan ekonomi yang menawarkan janji bagi banyak hal itu secara serempak juga dapat mengancam nilai-nilai, seperti kearifan budaya lokal, lingkungan atau kelangsung bisnis pribumi. Ada kecemasan bahwa globalisasi akan semakin meningkatkan pengaruh perusahaan-perusahaan raksasa mancanegara terhadap kehidupan masyarakat. Karena itu, perlu dicari cara terbaik untuk mendapatkan manfaat globalisasi. Tampaknya peranan kuncinya berada di tangan pemerintah, misalnya dalam sikap keberpihakan terhadap tenaga kerja serta usaha kecil dan menengah (UKM).
Globalisasi juga sering disebut sebagai proses standarisasi internasional, yakni bergerak menuju gaya atau pola tunggal, yang cenderung menghilangkan budaya tradisional dan mematikan UKM lokal. Contohnya, perusahaan-perusahaan raksasa seperti Microsoft yang mengontrol sistem operasi lebih 90 persen personal computer (PC) yang dijual di pasar dunia saat ini. Atau monopoli yang berkembang dalam perdagangan gandum, industri energi, dan banyak sektor lainnya. Jadi, sebenarnya globalisasi juga berarti sejumlah kecil perusahaan mengontrol sedemikian rupa total bisnis dalam suatu sektor, yang memungkinkan mereka dapat mengontrol pasar, misalnya dalam industri kimia, komunikasi, bioteknologi, dan keuangan
Sisi Gelap Globalisasi
Tanpa harus dikelompokkan sebagai kubu anti-globalisasi, yang juga harus diungkapkan adalah sisi gelap globalisasi. Pertama, kasus aktual kemerosotan ekonomi dunia saat ini. Seorang kolumnis Boston Globe mengatakan (Charles Steis, 2003): "Dalam dunia yang menciut, baik dan buruk dapat dengan mudahnya berpindah-pindah. Saat ini, kekuatan gelap globalisasi tampaknya lebih kuat mengenggam." Dalam kenyataan ekonomi dikatakan, kaitan-kaitan erat di antara negara-negara telah mengakibatkan kemerosotan ekonomi AS merambat ke Eropa, Asia, dan Amerika Latin.
Kenyataan itu juga menciptakan beban pasar global. Sejak Maret 2000, harga saham perusahaan-perusahan asal AS sebagaimana diukur oleh Standard & Poor 500 turun sekitar 40 persen. Dalam periode yang sama, harga saham turun 42 persen di Inggris, 57 persen di Prancis, dan 63 persen di Jepang. Setelah itu pengaruh negatifnya menyebar ke seluruh negara.
Charles Stein juga mengungkapkan bahaya deflasi yang melanda dunia yang bisa segera merembet ke semua negara termasuk negara-negara miskin. Kombinasi dari kelebihan produk (overcapacity) di banyak industri dan naik kelasnya negara berbiaya-rendah seperti Cina telah memberikan tekanan pada harga-harga. Harga rendah adalah suatu plus. Sementara, harga jatuh bisa merupakan petaka. Dia pun mengutip kesaksian Kepala Bank Sentral AS Allan Greenspan di depan Kongres AS yang memperingatkan bahaya deflasi tersebut, dengan mengatakan hal itu akan memaksa kalangan bisnis untuk memotong biaya. Bagian dari upaya pemotongan biaya ini menyangkut pekerjaan outsourcing ke negara-negara berkembang yang pada gilirannya akan memperparah situasi pengangguran yang sebelumnya pun sudah buruk.
Kemudian, kasus lama tetapi masih tetap aktual, yaitu kemiskinan. Tak kurang satu studi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melaporkan, antara lain (Charlotte Denny, et.al, 2002), akibat dari globalisasi jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan absolut (extreme poverty) di negara-negara kurang berkembang lebih besar daripada yang terpikirkan sebelumnya, yakni 307 juta orang di mana mereka hidup kurang dari satu dolar sehari. Dan jumlahnya akan meningkat menjadi 420 juta dalam satu setengah dasawarsa ke depan.
Sesungguhnya, dalam kenyataannya perekonomian industri selama 40-50 tahun yang lalu telah menjadi perekonomian pasca industri. Mayoritas penduduk bekerja di sektor jasa. Organisasi Buruh Sedunia (ILO) mengungkapkan, bahwa hampir 80 persen penduduk yang bekerja di dunia dewasa ini berasal dari negara berkembang. Sembilan dari sepuluh pekerja yang memasuki angkatan kerja di dunia diperkirakan berasal dari negara berkembang.
Dalam beberapa tahun terakhir, tercatat 500 MNC terbesar di dunia mengendalikan 70 persen perdagangan dunia, yang terdiri dari 1/3 ekspor manufaktur, 3/4 perdagangan komoditas, dan 4/5 perdagangan jasa teknik dan manajemen. Raksasa MNC tersebut menguasai 2/3 investasi di negara-negara berkembang. Tahun lalu, terdapat lebih dari 60 ribu MNC dengan 700 ribu cabang di seluruh dunia.
Kontrasnya dari sisi tenaga kerja, ILO memperkirakan setidaknya 246 juta anak berusia 5-14 tahun bekerja penuh atau paro-waktu setiap hari di dunia, terutama di negara berkembang. Perkiraannya, 150-160 juta orang, 70 juta dari Cina dan 50 juta dari Afrika bekerja di luar negara mereka dalam kaitan kerawanan kondisi kerja. Termasuk, bekerja di pabrik-pabrik buangan beracun.
Selanjutnya, kebijakan-kebijakan globalisasi memungkinkan pergerakan bebas lintas batas produk dan modal. Namun globalisasi juga jauh dari mengurangi arus migrasi internasional, yang tekanan-tekanannya justru akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Sementara, pergerakan bebas barang dan modal antara negara-negara kaya dan miskin tidak cukup besar untuk mengimbangi kebutuhan lapangan kerja di negara-negara miskin.
Pemaparan diatas menunjukkan betapa kompleks permasalahan Ketenagakerjaan yang muncul dalam era globalisasi. Hal ini harus disikapi oleh pemerintah, agar dapat melindungi dan menjamin hak-hak buruh/pekerja atau tenaga keja.
Ketenagakerjaan di Indonesia
Ketenagakerjaan di Indonesia diatur melalui UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Kebijakan pemerintah tentang ketenagakerjaan didasarkan pada undang-undang tersebut. Mengkaji undang-undang ini untuk melihat realitas perburuhan di Indonesia menjadi sangat penting.
Dalam konsideran Undang-undang ini dijelaskan :
"bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan" (menimbang huruf b)

"bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan (menimbang huruf c)

"bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia
Usaha" (menimbang huruf d);
Dengan demikian dapat dipahami bahwa undang-undang ini mengamanatkan kepada pemerintah, agar dalam mengambil dan menentukan kebijakan dalam sector ketenagakerjaan harus berorientasi pada :
1. kesadaran bahwa tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting baik sebagai pelaku maupun tujuan pembanmgunan.
2. kualitas dan kapabilitas tenaga kerja
3. perlindungan dan penjaminan hak-hak tenagakerja
Dalam undang-undang ini, dibedakan antara tenaga kerja dengan pekerja/buruh. Tenaga kerja didefinisikan: Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan gunamenghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendirimaupun untuk masyarakat (pasal 1 nomor 2). Sedangkan Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (pasal 1 nomor 3).
Kemudian apabila kita kritisi Bab III tentang Kesempatan Dan Perlakuan Yang Sama, juga terdapat perbedaan yang prinsip. Pasal 5 menjelaskan : "Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan". Pasal 6 menjelaskan : "Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha". Undang-undang ini berarti telah mendikotomikan antara tenaga kerja dan pekerja atau buruh, yang sebenarnya sama-sebagai orang yang bekerja pada pihak lain. Hal ini akan berakibat pada pembedaan hak, dan akan berakibat pula pada bentuk kontrak atau kesepakatan dengan majikan, pengusaha dan pihak lain.
Pada BAB IX dijelaskan mengenai pola Hubungan Kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Ketentuan mengenai kontrak kerja yang terdapat dalam bab tersebut sebagai berikut :
- Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh (Pasal 50),
- Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan (Pasal 51 ayat (1)).
- Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku (Pasal 52 ayat (1))
- Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan (Pasal 52 ayat 2))
- Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hokum (Pasal 52 ayat (3)).
- Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerjadilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
- Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak (Pasal 55)
- Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu (Pasal 56 ayat (1)).
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas :
jangka waktu; atau
selesainya suatu pekerjaan tertentu (Pasal 56 ayat (2)).
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin (Pasal 57 ayat (1)).
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (Pasal 57 ayat (2)).
- Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia (Pasal 57 ayat (3)).
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja (Pasal 58 ayat (1)).
- Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hokum (Pasal 58 ayat (2)).
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
pekerjaan yang bersifat musiman; atau
pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan (Pasal 59 ayat (1))
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap (Pasal 59 ayat (2)).
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui (Pasal 59 ayat (3)).
- Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun (Pasal 59 ayat (4)).
- Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 59 ayat (5)).
- Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun (Pasal 59 ayat (6)).
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (Pasal 59 ayat (7)).
- Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri (Pasal 59 ayat (8)).
- Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan (Pasal 60 ayat (1)).
- Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku (Pasal 60 ayat (2)).
Mengenai berakhirnya perjanjian, ketentuannya adalah sebagai berikut (pasal 61) :
- Perjanjian kerja berakhir apabila :
a. pekerja meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja (pasal 61 ayat (1)).
- Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah(pasal 61 ayat (2)).
- Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh (pasal 61 ayat (3)).
- Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri per-janjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh (pasal 61 ayat (4)).
- Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (pasal 61 ayat (5)).
Ketentuan lain :
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja (Pasal 62).

KESIMPULAN
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah mengatur tentang kontrak ketenagakerjaan antara tenaga kerja dan pekerja/buruh dengan majikan atau perusahaan. Secara normative ketentuan tersebut kiranya dapat menjamin kepastian hokum terutama terkait dengan perlindungan dan jaminan mengenai hak-hak buruh atau tenaga kerja. Akan tetapi acapkali muncul permasalahan-permasalahan baru yang belum diatur dalam ketentuan atau undang-undang. Untuk dapat menyelesaikan problem Ketenagakerjaan yang muncul dalam Era Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Bebas, pemerintah harus melakukan upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas tenaga kerja. Sebab permasalahan tersebut bukan sekedar persoalan hokum, melainkan persoalan strategi bisnis dan perdagangan. Sedangkan hokum dalam posisi ini berfungsi sebagai instrument untuk mengatur dan menjamin.
Oleh karena itu pemerintah harus memiliki strategi yang lebih memungkinkan untuk dapat mengantisipasi dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan baru, khususnya seputar ketenagakerjaan.

DAFTAR PUSTAKA

Didin S. Damanhuri, Paradoks Globalisasi dan Ketenagakerjaan, Republika 21 Agustus 2003

http://opinibebas.epajak.org

http://id.wikipedia.org/wiki/Kawasan_Perdagangan_Bebas_ASEAN

Mansour Fakih, NEOLIBERALISME DAN GLOBALISASI, Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004

Ambon nasional-m@polarhome.com Amidi, Kesiapan Indonesia dan Trade-off Perdagangan Bebas, Sriwijaya Pos, Kamis, 07 November 2002 perdagangan/http://dhycana.wordpress.com/2008/05/02/mengenal-globalisasi-proteksi-perdagangan/ Kitab Undang-undang Hukum Perdata UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Tidak ada komentar: